Rabu, 12 Maret 2008

MENCARI SIHAR DALAM "LORCA MEMOAR PENJAHAT TAK DIKENAL"

Lorca judul novel Sihar yang mengundang imaji pada penyair yang telah dijiplak oleh Rendra dalam Balada Orang-orang Tercinta (baca Subagio Sastrawardoyo pada Sosok Pribadi dalam Sajak, 1980) satu-satunya referensi yang tercatat dalam bawah sadar penulis, seakan membayangkan sebuah pementasan drama yang absurd dan memusingkan, ternyata tidak! Novel itu berjalan lurus tanpa kilas balik kecuali diawali dan diakhiri dengan Pro dan Epi-log dengan menampilkan pembicaraan dua perempuan Roseti dan Maria yang karakterisasinya sudah jelas tertulis sebelumnya. Nyaris tak ada kejutan yang mengharu-biru bahkan adegan sex (yang diumbar vulgar oleh penulis wanita semacam Ayu Utami dan Jenar Mahesa Ayu) terasa pas dan berisi dalam novel Sihar.
Sihar yang pernah juga bermain teater sangat rapi menjaga perkembangan karakterisasi yang berjiwa dari tokoh utamanya Lorca. Kita tak akan menemui kesulitan seandainya disuruh membuat scenario film, pemaparan lokasi kepulauan dekat rumah nelayan dan kota yang kumuh ataupun keadaan pulau terpencil tempat pengembaraan tokoh utama begitu gamblang tercetak dalam layar seluloid angan. Tidak ceriwis dan neko-neko. Kemampuan puitis dan pemilihan kata tidak berbelit dan rumit. Tapi yaitu nyaris tanpa gejolak perasaan dalam membacanya karena sudah dihantarkan dengan deskripsi penokohan layaknya naskah drama. Simak pembukaan yang sudah filmis ini:
Bangunan tua pertengahan abad ke-19, di satu sudut kota. Pepohonan dengan bermacam jenisnya, berjejer di sisi jalan yang masih lengang. Pagi menghias permukaan bukit dengan pepohonan hijau sejauh mata memandang. Ada sungai kecil yang berkelok. Anak-anak terlihat berlari di padang rumputan. Tuhan maha pemurah, semua mahluk sudah layaknya bergembira …
Kemudian kamera akan dengan sum in close up pada detil-detil bangunan gereja kuno dan kemudian hinggap pada middle close dua perempuan yang berbicara. Tetapi akan lain jika novel ini digubah jadi naskah drama. Adegan pertama jelas akan menyorot sebuah ruang tamu gereja dengan dua perempuan sedang berbicara setelah lighting man mengarahkan spot light ke dua sosok pemain yang duduk berhadapan dengan mulai dialog:
Maria: Sekarang saatnya, Suster …
Roseti: [dengan senyum terpaksa] Engkau telah tahu tentang riwayat abangku itu.
Maria: Aku ingin mendengarnya. Sekali lagi …
Roseti: Untuk apa? Agar ceritaku ini bias kau kisahkan pada orang lain? Agar semua tahu tentang keluarga kami? Tidak!
Begitu jernih dan terang bagai langit setelah hujan reda cerita bergulir dan dengan cepat menuju bab terakhir saat Lorca mau ditembak mati yang ditutup dengan cerita model film western penghadangan orang Indian pada rombongan manusia Eropa yang mencari tanah baru. Tembak menembak, membunuh dan darah muncrat di seluruh layar film angan kita. Dahsyat (kata Romo Mudji Sutrisno) mengantar pembaca dengan lembut tentang persoalan hati manusia yang mencari Tuhan, mencari makna hidup dan terkungkung oleh batas-batas suku, agama … mengajak kita menjadi makin manusiawi. Belum lagi sederet nama dengan beragam profesi yang telah menjadi proof reader novel sebelum terbit sampai pembaca dari negerinya Bush yang dapat didapat melalui hubungan pertemanan di dunia maya alias mailing list maupun electronic mail [e-mail].Sihar seorang sarjana sastra dengan pekerjaan wartawan yang bertemu dengan berbagai ragam macam manusia yang mengometari novel perdananya [yang terbit tercetak dalam bentuk buku].
Dalam mencari Tuhan novel Sihar bukan yang pertama, teta[pi pengungkapan dunia kelam (kejahatan dalam sebuah keluarga yang terbentuk oleh sikap kecurangan dan kekejian) ini baru novel! Untuk sekedar perbandingan, novel Memburu Kalacakra Ani Sekarningsih juga memburu tuhan dengan perkawinan dengan berbagai latar belakang etnis (dan upacara Bali paling menonjol!), juga karya korrie Layun Rampan Upacara serta Linus Suryadi AG dalam Pengakuan Pariyem juga mempertanyakan tuhan dengan gaya etis masing masing (Dayak dan Jawa) Pertanyaannya adalah siapa ini Sihar yang Simatupang? Di daerah Batak yang berpulau dan bernelayan agak sukar dicari lokasinya kecuali di bagian barat Sumatra yang lebih dekat dengan daerah yang kena bencana tsunami setahun yang lalu. Sihar di mana kamu berdiri dalam novel Lorca?
Bogor hari Valentine 2006
Cunong N. Suraja

Tidak ada komentar: